Ending Drama DPR Kapan Datang? Rakyat Sudah Lelah Menunggu
September 14, 2025
Dipublikasikan
September 08, 2025
DPR lagi-lagi jadi tontonan prime time dengan drama tunjangan jumbo, gugatan absurd, sampai korban jiwa di jalanan dan publik pun bertanya kapan sinetron ini tamat.
Ringkasan Artikel:
- DPR usulkan tunjangan Rp50 juta bikin publik meledak di jalanan.
- Demo berubah jadi tragedi dengan korban jiwa dan ribuan ditahan.
- Tuntutan rakyat 17 plus 8 dorong reformasi kebijakan dan transparansi.
- DPR balas enam poin tapi dinilai cuma pencitraan setengah hati.
- Publik jenuh karena sinetron DPR jalan terus tanpa ending jelas.
DPR Lempar Plot Twist dengan Tunjangan Sultan
Usulan tunjangan perumahan Rp50 juta bikin rakyat panas karena angka itu sepuluh kali lipat UMR DKI Jakarta. Publik langsung bereaksi dengan gelombang demo yang pecah di berbagai kota dan memaksa DPR jadi headline lagi.Pernyataan anggota DPR Ahmad Sahroni yang bilang demonstran orang terbodoh di dunia bikin bensin tersiram ke api. Reaksi warganet meledak dan panggung DPR makin jadi tontonan gratis. Drama makin seru karena kesannya elite tak peka kondisi rakyat.
Kerusuhan pun pecah. Seorang driver ojol bernama Affan Kurniawan tewas setelah tertabrak kendaraan taktis polisi. Tragedi ini jadi simbol penderitaan rakyat yang muak dengan jurang tajam antara gedung parlemen dan jalanan.
Demo Jadi Viral dengan 17 Plus 8 Tuntutan Rakyat
Gelombang protes diramu jadi 17 plus 8 tuntutan yang viral di media sosial. Intinya rakyat minta stop kekerasan aparat, transparansi anggaran dan hapus fasilitas mewah anggota dewan.Masyarakat juga dorong reformasi pajak dan ketenagakerjaan. Harapan mereka sederhana supaya kebijakan negara lebih pro rakyat daripada memanjakan segelintir elite. Suara lantang ini bikin DPR sulit cari alasan.
Publik menuntut pembentukan tim independen untuk kasus HAM. Mereka tidak percaya pada proses internal yang dinilai berbelit. Semua ini menunjukkan rakyat makin kritis dan ogah jadi penonton pasif drama politik.
DPR Balas dengan Enam Poin yang Setengah Hati
Tanggal 5 September DPR umumkan enam keputusan mulai stop tunjangan perumahan hingga moratorium kunjungan kerja luar negeri. Sekilas tampak manis seolah DPR dengar suara rakyat.Mereka juga janji pangkas fasilitas listrik, telepon dan transportasi. Bahkan hak keuangan bagi anggota bermasalah bakal dipotong. Ada juga wacana peningkatan transparansi proses legislasi.
Namun publik belum puas. Gaji dewan memang turun dari Rp230 juta jadi Rp65,5 juta tapi tetap jauh di atas penghasilan rata rata rakyat. Kritik muncul langkah ini cuma pencitraan biar kamera berhenti menyorot.
Figur Drama dari Subhan ke Primus hingga Affan
Pengacara Subhan Palal bikin sensasi dengan gugatan ijazah Wakil Presiden Gibran senilai Rp125 triliun. Angka konyol ini jadi satir keras betapa absurditas masih merajai politik negeri ini.Primus Yustisio eks aktor kini legislator juga masuk radar publik. Gayanya sederhana naik KRL tapi kekayaannya tembus Rp73 miliar. Netizen pun debat soal citra versus kenyataan.
Sementara nama Affan Kurniawan jadi simbol pahit. Driver ojol ini meregang nyawa di tengah kerusuhan. Kehilangannya memicu solidaritas luas sekaligus teguran pedih bagi penguasa yang sering lupa pada nyawa rakyat kecil.
Sinetron Politik Jalan Terus Tanpa Episode Terakhir
Polanya berulang usulan kontroversial lalu demo lalu keputusan simbolis. Endingnya selalu kembali ke status quo. Sinetron ini tampak berjalan tanpa naskah baru yang segar.Akuntabilitas lemah jadi bumbu wajib. Anggota bermasalah jarang ditindak tegas. Publik cuma bisa geleng kepala melihat proses panjang tanpa transparansi jelas.
Sementara isu penting seperti pengangguran dan inflasi kalah sorotan dari heboh ijazah. Indonesia seolah spesialis bikin hal kecil jadi drama nasional. Publik pun jenuh menunggu kapan plotnya berubah.
